NORMA KAPITALISME DALAM ETIKA EKONOMI ISLAM
Oleh SAIDIMAN
(http://Islamlib.com/id/artikel/norma-kapitalisme-dalam-etika-ekonomi-Islam/)
Dawam menegaskan bahwa apa yang disebut sebagai etika ekonomi Islam sesungguhnya berjalan sejajar dengan norma ekonomi kapitalisme. Fakta bahwa etika mengenai kerja, kekayaan dan kepemilikan, perdagangan, keuangan, industri, dan pelbagai inovasi tehnologi yang berkembang pesat pada masa-masa kejayaan Islam membuktikan bahwa norma kapitalisme tumbuh subur dalam budaya ekonomi Islam.
Krisis ekonomi global saat ini seolah menjadi siklus yang terjadi di setiap awal abad. Dampak destruktif dari krisis ini mengingatkan banyak kalangan kepada krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1930-an yang disebut sebagai depresi besar (great depression). Sebagaimana depresi besar, krisis kali ini juga menempatkan kapitalisme sebagai pusat perdebatan. Tidak sedikit kalangan yang menganggap krisis ekonomi global saat ini adalah akhir sejarah kapitalisme. Dengan demikian, bagi mereka, sudah saatnya mencari dan memformulasikan tata ekonomi dunia baru.
Diskusi “Islam dan Kapitalisme” yang diselenggarakan dalam rangka Hari Lahir Jaringan Islam Liberal ke-8, 23 dan 25 Maret 2009, mencoba mengurai perdebatan seputar hubungan antara Islam dan kapitalisme. Diskusi hari pertama membahas tema “Respon Islam terhadap Kapitalisme.” M. Dawam Rahardjo dan Luthfi Assyaukanie hadir sebagai pembicara pada diskusi pertama.
Luthfi Assyaukanie berupaya memberi bingkai kontekstual terhadap isu Islam dan kapitalisme. Menurut Luthfi, tema Islam dan kapitalisme sesungguhnya adalah rangkaian dari tema-tema umum yang mencoba mencari kompatibilitas antara Islam dan ideologi-ideologi lain seperti sosialisme, demokrasi, dan hak asasi manusia. Tentu saja ada banyak tantangan dari dunia Islam untuk menerima konsep-konsep yang lahir di Barat tersebut. Itulah sebabnya, tidak sedikit orang, baik Islam maupun pengamat luar, yang menganggap bahwa Islam adalah sebuah masyarakat yang unik yang susah menerima konsep-konsep modern yang lahir dari Barat. Namun begitu,masih lebih banyak yang menganggap bahwa konsep-konsep yang sekarang berkembang di dunia modern adalah universal dan bukan merupakan produk unik dari budaya tertentu. Islam juga memiliki kompatibilitas dengan segala konsep yang bertujuan mengangkat harkat dan martabat manusia, darimanapun asalnya.
Persoalannya adalah bahwa jika masyarakat Muslim sudah mulai bisa menerima konsep demokrasi dan hak asasi manusia, dengan mulai munculnya rezim-rezim demokratis di pelbagai negara Muslim saat ini, tetapi tidak demikian halnya dengan kapitalisme. Masyarakat Muslim dengan mudah menerima konsep kebebasan dalam politik, tapi selalu curiga terhadap konsep kebebasan ekonomi.
Menurut Luthfi, sikap antagonistik masyarakat Muslim terhadap kapitalisme disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, pengalaman pahit masyarakat Muslim berhadapan dengan kolonialisme selama beberapa abad menjadikan masyarakat Muslim menolak apa saja yang datang dari negara-negara kolonial, terutama kapitalisme. Kolonialisme dianggap sebagai bentuk implementasi sistem ekonomi kapitalistik.
Kedua, sikap materialistik yang ada dalam sistem kapitalisme dinilai berbahaya bagi iman Islam yang menekankan kehidupan setelah mati.
Ketiga, kapitalisme dianggap melegalkan dan mendorong budaya hedonistik, sesuatu yang tidak patut dan tercela dalam kehidupan masyarakat Islam.
Keempat, kapitalisme dianggap sebagai biang keladi kesenjangan dan kemunduran ekonomi masyarakat Muslim saat ini. Lebih dari itu, kapitalisme dianggap tidak memiliki kepekaan sosial.
Luthfi menilai kesimpulan-kesimpulan ini terlalu sederhana dan cenderung menyesatkan. Pengalaman kolonialisme tampaknya menjadi faktor utama sikap antagonistik ini. Luthfi mencontohkan bagaimana Tjokroaminoto menyebut ada dua macam kapitalisme: “kapitalisme baik” dan “kapitalisme buruk” (sinful capitalism). Kapitalisme yang baik adalah kapitalisme yang dijalankan oleh para pedagang dan pengusaha pribumi, terutama kaum Muslim. Sementara kapitalisme buruk adalah kapitalisme yang dijalankan oleh pengusaha-pengusaha Belanda dan antek-anteknya (terutama keturunan Cina). Sikap-sikap semacam ini tampak dominan di kalangan aktivis dan pemimpin bangsa Indonesia di awal-awal kebangkitan nasional dan kemerdekaan. Tidak heran kemudian jika yang muncul saat itu adalah sikap pro-sosialisme dan anti-kapitalisme.
Sikap anti-kapitalisme dan menempatkan Islam di seberang kapitalisme, menurut Luthfi, sungguh berbahaya jika tidak disertai penjelasan yang memadai. Luthfi mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem ekonomi di mana seseorang bebas memiliki dan mengontrol harta dan kekayaan miliknya. Property right menjadi kata kunci dalam hal ini. Secara lebih luas kemudian kapitalisme didefinisikan sebuah sistem ekonomi yang menyerahkan mekanisme penanaman modal, disribusi, produksi, penentuan harga, komoditas, barang, dan jasa kepada keputusan pribadi secara sukarela. Ekonomi pasar kemudian menjadi kemestian dalam sistem ini.
Sementara Islam, bagi Luthfi, adalah seperangkat nilai yang dijadikan jalan hidup yang digali dari kitab suci dan turunan penafsirannya. Al-Quran secara spesifik tidak bicara tentang sistem ekonomi tertentu. Tetapi ada banyak ayat yang mengindikasikan pembicaraan mengenai ekonomi: transaksi jual beli (QS. 2:282), kontrak hutang (QS. 2:282), bunga (QS. 2:275), pinjaman (QS. 2:282), dan pajak (QS. 9:103). Prinsip property right yang menjadi dasar kapitalisme tampak nyata dalam fakta bahwa al-Quran tidak pernah melarang kaum Muslim untuk memiliki harta. Kaum Muslim justru dianjurkan untuk giat berusaha mengumpulkan harta (QS. 62:10 dan 73:20). Orang yang mati membela harta milik atau sedang dalam usaha mengumpulkan harta untuk keluarga bahkan disebut sebagai martir (syahid).
Secara umum, Nabi Muhammad tidak pernah mengecam praktik pengumpulan kekayaan. Yang dikecam adalah praktik kecurangan dalam kegiatan ekonomi tersebut. Beberapa literatur bahkan menempatkan Nabi sebagai pembela mekanisme pasar. Dia, misalnya, menolak permintaan para sahabat untuk mengendalikan gejolak ekonomi dengan mematok harga. Mematok harga adalah perbuatan yang melawan sunnatullah. “Sesungguhnya Allahlah yang menetapkan harga, dan menurunkannya, melapangkan dan meluaskan rezki. Janganlah seseorang di antara kalian menuntut saya untuk berlaku zalim dalam soal harta maupun nyawa” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban).
Senada dengan Luthfi, M. Dawam Rahardjo menilai bahwa memang ada kecenderungan masyarakat Muslim menolak sistem kapitalisme. Hampir semua wacana yang berkembang di dunia Islam awal abad ke-20 menempatkan Islam sebagai sesuatu yang tidak kompatibel bahkan anti-tesa terhadap kapitalisme. Islam didefinisikan justru dekat dengan sosialisme. Muhammad Iqbal, filsuf Islam asal Pakistan, bahkan menyebut Islam adalah varian dari Sosialisme itu sendiri: “Islam is Bolshevism Plus God.” HOS Tjokroaminoto menulis buku yang diberi judul “Sosialisme Islam.” Mohammad Hatta dan M Rasyidi menulis artikel di majalah Panji Masyarakat dengan judul “Islam dan Sosialisme.” Tokoh Masyumi, Sjafruddin Prawiranegara, mengeluarkan istilah “sosialisme religius.”
Kedekatan Islam dan sosialisme yang dianut oleh banyak pengemat dibantah secara serius oleh Maxime Rodinson, Islam and Capitalism, yang menyatakan bahwa sesungguhnya dunia Islam justru sangat dekat dengan kapitalisme. Rodinson meminjam kerangka teori sosiologi Max Weber yang menemukan bahwa sangat mungkin aspek-aspek kesadaran religius Protestantisme berpengaruh terhadap perkembangan dan kemunculan kapitalisme. Kendati pada tahap selanjutnya kapitalisme menjadi sangat berpengaruh terhadap perkembangan agama itu sendiri.
Menurut Rodinson, kapitalisme harus dibedakan dalam dua kategori: kapitalisme sebagai institusi dan kapitalisme sebagai mentalitas. Dari kedua kategori ini, kapitalisme muncul dalam tiga bentuk: kapitalisme komersial, kapitalisme finansial, dan kapitalisme industrial. Masyarakat Muslim, menurut Rodinson, datang pada konteks masyarakat Arab yang mempraktikkan kapitalisme komersial. Tidak heran kemudian jika bahasa perdagangan akan sangat mudah ditemui dalam al-Quran, misalnya “Hal adullukum ala Tijarah” (Maukah engkau kuberi tahu tentang perdagangan?).
Dawam menilai bahwa meski Islam lahir dalam konteks kapitalisme, tetapi hubungannya bukan hubungan statis. Di samping menerima konsep kapitalisme, Islam juga memberi kritik dan masukan. Islam memperkenalkan dua modal ekonomi, yaitu finasial dan manusia: “Wajahidu fi sabili bi amwalikum wa anfusikum” (Berjihadlah di jalan Allah dengan harta dan jiwamu). Menurut Dawam, hal ini sejalan dengan kapitalisme, sebagaimana yang diterangkan dalam teori pertumbuhan Harold-Domar, bahwa ada dua modal dalam ekonomi: modal finansial atau fisik dan modal tenaga kerja manusia. Tetapi sosialisme juga menekankan pada moda produksi yang tidak hanya bertumpu pada kekuatan produksi (production force), melainkan juga hubungan sosial (social relation of production).
Islam, dalam kacamata Rodinson, berkembang dari masyarakat kapitalisme tradisional. Sejarah kemudian mencatat bahwa Islam tersebar ke pelbagai pelosok dunia juga dengan menggunakan kendaraan kapitalisme dan perdagangan. Itulah sebabnya penyebaran Islam lebih lambat 300 tahun dari perluasan kekuasaan politik raja-raja Islam. Ini pula yang dijadikan sebagai argumen untuk membantah tesis yang menyatakan bahwa Islam disebarkan dengan pedang dan darah.
Sejak awal, kapitalisme dan Islam sudah berada pada jalur yang sama. Dawam menegaskan bahwa apa yang disebut sebagai etika ekonomi Islam sesungguhnya berjalan sejajar dengan norma ekonomi kapitalisme. Fakta bahwa etika mengenai kerja, kekayaan dan kepemilikan, perdagangan, keuangan, industri, dan pelbagai inovasi tehnologi yang berkembang pesat pada masa-masa kejayaan Islam membuktikan bahwa norma kapitalisme tumbuh subur dalam budaya ekonomi Islam. Rodinson bahkan menyebut kota-kota semacam Granada, Cordoba, Baghdad, Damaskus dan kota-kota besar Islam lainnya adalah sama dengan Paris, London, atau Washington pada masanya. Mereka adalah kota-kota metropolitan dan pusat-pusat kapitalisme dunia.
Namun begitu, Dawam membatasi kompatibilitas Islam dan kapitalisme hanya pada kapitalisme tradisional atau kapitalisme komersial. Sementara kapitalisme dalam bentuk yang lebih mutakhir seperti kapitalisme negara (state capitalism), kapitalisme finansial, maupun kapitalisme monopoli memerlukan penjelasan yang lebih hati-hati. Bicara mengenai kompatibilitas Islam dan kapitalisme sesungguhnya memiliki persoalan serius, sebab keduanya memiliki varian yang sangat kaya. Islam dan kapitalisme mana yang kita maksud?
Bagi Dawam, kapitalisme dalam beragam bentuk adalah sebuah kemestian. Tidak ada negara dan masyarakat yang benar-benar bisa lepas dari sistem ini, mulai dari tahap tradisional (komersial), politik, maupun rasional (meminjam kategori Max Weber). Apa yang runtuh di Uni Soviet dan Cina sekarang ini bukanlah sistem ekonomi sosialisme, melainkan kapitalisme negara (state capitalism). Sosialisme sesungguhnya tidak pernah runtuh, karena munculpun belum. Pada akhirnya, kapitalisme menjadi semacam sunnatullah dengan berbagai varian dan perkembangannya.
07/04/2009 | Diskusi | #
Komentar
Komentar Masuk (31)
(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)
Maaf, sbg seorang Kristen saya sedikit menyampaikan, bahwa Kapitalisme bukan ajaran Kristen. Dalam hal ekonomi, kristen mengajarkan tentang kegotongroyongan, yang saya sebut dengan kolektivitas, mengumpulkan dana untuk berbagi. Misal dalam suatu jemaat, kita mengumpulkan persembahan secara sukarela (termasuk persembahan perpuluhan, 10% dari penghasilan) yang dipakai untuk mendukung kegiatan berjemaat, membantu fakir miskin, janda miskin, bea siswa, layanan kesehatan, dsb. Sehingga dengan bahasa modern terjadi subsidi silang antar jemaat. Sekedar contoh, satu-satunya negara Kristen (baca=khatolik) di dunia adalah negara Vatikan, negara ini tidak punya tentara karena merefleksikan ajaran cinta kasih, dan tidak mengurus perekonomian karena seluruh dana adalah hasil dari sumbangan/persembahan/kolekte yg saya sebut di atas. Terima kasih. Tuhan memberkati Saudara semua. amin.
Posted by emel on 10/09 at 11:09 AM
Islam dengan kapitalisme global sangat jauh berbeda. ekonomi Islam sangat menekankan keadilan dan kesejahteraan bagi umat, sedangkan kapitalisme sangat merusak tatanan kehidupan umat;menindas umat dibelahan penjuru bumi; dan mempercepat datangnya kiamat!
Posted by asep sobirin on 09/25 at 10:13 PM
Beragam Teoriyang menjelekan dan menjatuhkan Paham Kapitalisme di merata dunia. dan Tidak sedikit juga yang menagungkan. Selanjutnya Sosialis, Komunis Juga demikian.Paham - paham dan Idiologi yang saya sebutkan tetap eksis dengan Penganut yang terus Bertambah. Islam yang sejak dulu tertata dengan dua aturan Kebijaksanaan yaitu Alquran dan Sunnah tetap Eksis sesuai dengan Tuntutan Zaman. sekalipun banyak yang mencurigai dan mengintip lewat jalur berfikir berbeda. Keragaman Paham, agama, garis berfikir tidak terlepas dari Potensi Manusia yang akan terus berubah sesuai dengan tuntutan Zaman.Dan Paham ekonomi Islam jelas akan terus berkembang dengan Sistem yang di anggap mengawinkan paham kapitalisme dan Sosialis. secara khusus hal ini tidak seperti hipotesis singkat mengenai Perkawinan Paham. namun dengan kesadaran yang lebih moderat lajur berfikir Islam dalam bidang Ekonomi adalah bagian dari Fungsi Universal Rahmatan Lil Alamin. jadi ketika di nilai Kafitalis tidak Masaalah, di nilai Sosialis Monggo, dan di nilai radikalis juga bukan soal. yang jelas Islam adalah sebuah tatanan yang menyeluruh tergantung dari yang memaknai dan mentafsirkan. Ekonomi Islam tetap Ekonomi Islam yang berdasarkan syariah. Bukan Kapitalis dan Bukan Sosialis atau berdiri pada paham dan idiologi yang lain.
Posted by Raka Gibral on 08/22 at 07:44 AM
Jika kita membicarakan ekonomi kapitalis, sama saja membicarakan bagaimana menguasai dunia dari seluruh sumber daya yang ada, ketika manusia di dunia selalu berpikir dengan intelektualnya yang merusak diri dan alam dan seluruh tatanan alam semesta ini, ketika itu pula alam ini tidak henti2nya terjadi kerusakan dan kerusakan!
Ilmu Allah, adalah bukan materialisme yang di maksudkan harus mencari kekayaan yg terkesan sekularisme. Pemahaman yang sebenarnya, adalah quantum zero dimana manusia harus kembali ke sejatinya yang kosong, tidak punya apa2 dan over mind”, dunia ini penuh dengan tipu daya dengan realitas mimpi yang menipu manusia yang terkecog dengan gemerlapnya materi. Salam
Posted by Imansyah Rukka on 08/06 at 08:57 AM
Kita tidak perlu membahas teorinya karena sudah bauaaaaanyak sekali. Mungkin yang perlu kita teliti ialah bagaimana perbedaan kesejahteraan Syeh Puji yang suka pakai daster dengan si Babah Cong yang suka pakai celana pendek butut. Dari situ pasti kita tahu yang mana yang lebih menyejahterakan karyawan dan yang mana yang tidak. Yang perlu diteliti juga ialah berapa persen karyawan yang setia pada kedua orang pengusaha itu karena kesetiaan tampaknya berjalan linear dengan kesejahteraan.
Posted by Zulkifli H. on 07/21 at 01:27 AM
PERAN EKONOMI KAPITALIS DAN EKONOMI ISLAM DALAM MENJALANKAN SEBUAH SYSTEM PEREKONOMIAN
Paradigma perekonomian yang banyak bemunculan saat ini, merupakan bentuk dari ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem ekonomi yang selalu berganti. Seperti, adanya penerapan sistem kapitalisme, yang mana adanya upaya untuk mencari keuntungan yang sebesar besarnya dengan modal yang seefisien mungkin. Dalam berbisnis hal ini merupakan pandangan individualis system kapitalis. Seperti yang kita ketahui system ini sangat berpengaruh pada perekonomian masyarakat kecil, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin,
cara pandang kapitalis telah melenceng dari hakekat sebuah ekonomi. yang mana ekonomi itu sendiri selalu identik dengan terwujudnya suatu kesejahteraan, keadilan, keseimbangan dan pertanggung jawaban kapitalis tidak melihat kepada tujuan sebuah system ekonomi, kapitalis hanya memikirkan bagaimana supaya bisa mendapat untung, meskipun harus merugikan pihak lain, system kapitalis tidak mengedepankan kesejahteraan yang merupakan tujuan atau hakekat dari sebuah ekonomi.
Selain dari pada itu, adanya sikap transaksional yang dapat menumbuhkan sikap mementingkan diri sendiri atau kepentingan diri (individu). Bila ini mengejala, maka, pemahaman ini akan menjadi paham individualisme, yang akan menciptakan juga hidup ekslusivisme anti sosial dan hilangnya kepekaan social.
Timbulnya permasalahan dan gejala ekonomi masyarakat yang hanya mementingkan sebelah pihak, merupakan tidak idealnya system yang ada. Karena sistem kapitalis merupakan mainstream economic yang banyak berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat maka perlu adanya suatu pembaharuan dalam bentuk system perekonomian, oleh karena itu, adanya system ekonomi Islam menjadi system alternative untuk memperbaharui sytem yang ada dan berdasarkan nilai nilai Islam dan akan menjadi alternative sebagai pengganti dari system kapitalis
Islam memandang manusia sebagai mahluk social yang memerlukan bantuan orang lain, yang tidak memungkinkan untuk hidup tanpa bantuan orang lain. Selain kehidupan social , Islam juga mengatur kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi. dalam Islam tidak di berlakukannya hidup diatas penderitaan orang lain, begitu juga dengan tidak berlaku system mengambil keuntungan yang sebesar besarnya dan modal yang sekecil kecilnya. Islam memandang ekonomi sebagai prilaku dalam menjalankan suatu system untuk memenuhi suatu kebutuhan, prilaku inilah yang sangat di tekankan oleh Islam, yaitu prilaku yang berdasarkan nilai nilai Islam.
Diantara peran ekonomi Islam dalam merubah paradigma system ekonomi adalah dengan menerapkan system etika karna Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam berbisnis, Islam memiliki wawasan yang komperhensip dalam etika bisnis, Islam berangkat dari nilai dan etika dan Islam mengedepankan etika, tidak seperti ekonomi yang lainnya mengabaikan nilai dan etika dalam berbisnis mereka hanya bertujuan untuk untung untung saja tidak melihat norma norma dan etika etika yang berlaku.
System ekonomi Islam mengedepankan etika dan moral dalam menjalankan sebuah system ekonomi.
Etika dan moral disini telah mencangkup kesegala aspek diantaranya:
1.etika dalam berbisni,
2.etika dalam berfikir ekonomis,
3.etika dalam mencari keuntungan dll.
4.Dan hal yang paling terpenting dalam menjalankan suatu system ekonomi di sini tidak terlepas dari nilai nilai Islam, Al Quran dan sunnah.
Al-Qur’an sangat banyak mendorong manusia untuk melakukan bisnis. Diantaranya Al-Qur’an memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi QS. 4: 29)
[29] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu
[287] Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Rasulullah sendiri adalah seorang pedagang bereputasi international yang mendasarkan bangunan bisnisnya kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Dengan dasar itu Nabi membangun sistem ekonomi Islam yang tercerahkan. Prinsip-prinsip bisnis yang ideal ternyata pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Realitas ini menjadi bukti bagi banyak orang, bahwa tata ekonomi yang berkeadilan, sebenarnya pernah terjadi, meski dalam lingkup nasional, negara Madinah. Nilai, spirit dan ajaran yang dibawa Nabi itu, berguna untuk membangun tata ekonomi baru, yang akhirnya terwujud dalam tata ekonomi dunia yang berkeadilan.
Syed Nawab Haidar Naqvi, dalam buku “Etika dan Ilmu Ekonomi: Suatu Sistesis Islami”, memaparkan empat aksioma etika ekonomi, yaitu, tauhid, keseimbangan (keadilan), kebebasan, dan tanggung jawab.
Tauhid merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas manusia, termasuk kegiatan bisnis. Tauhid menyadarkan manusia sebagai makhluk ilahiyah, sosok makhluk yang bertuhan. Dengan demikian, kegiatan bisnis manusia tidak terlepas dari pengawasan Tuhan, dan dalam rangka melaksanakan titah Tuhan.
Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam mengejar keuntungan ekonomi. Kepemilikan individu yang tak terbatas, sebagaimana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta mempunyai fungsi social yang kental
Kebebasan, berarti, bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi, manusia bebas mengimplementasikan kaedah-kaedah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk kepada aspek mu’amalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya kaedah umum, “Semua boleh kecuali yang dilarang”. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam tataran ini kebebasan manusia sesungguhnya tidak mutlak, tetapi merupakan kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan.
Pertanggungjawaban, berarti, bahwa manusia sebagai pelaku bisnis, mempunyai tanggung jawab moral kepada Tuhan atas perilaku bisnis. Harta sebagai komoditi bisnis dalam Islam, adalah amanah Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Demikianlah, sekelumit perbedaan pandangan antara prilaku system kapitalis dan Islam dalam menjalankan roda perekonomian masyarakat. Jadi sekarang bagaimana peran dan sepak terjang ekonomi Islam, dalam mengentaskan masalah masalah ekonomi dalam masyarakat, yang pastinya berdasarkan nilai nilai Islam.????