Terhadap WP yang tidak melunasi utang pajak akan dilakukan tindakan penagihan dengan tahapan-tahapan seperti di bawah ini:
a. SURAT TEGURAN
Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya)
b. SURAT PAKSA
Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran, maka anda akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh juru sita Pajak Negara dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp. 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.
c. SURAT SITA
Apabila utang pajak Anda belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang WP, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp.75.000,00.
d. LELANG
Dalam waktu empat belas hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.
ISTILAH DALAM PENAGIHAN PAJAK
1. Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran.
2. Juru Sita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan.
3. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
4. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam SKP atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
5. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
6. Objek Sita adalah barang penanggung pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak.
7. Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.
8. Penyitaan adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan peraturan perundang-undangan.
9. Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pegumpulan peminat atau calon pembeli.
10. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkan di tempat tertentu.
11. Gugatan atau sanggahan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
PEJABAT yang melakukan penagihan pajak berwenang:
a. Mengangkat dan memberhentikan juru sita pajak
b. Menerbitkan:
1. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis
2. Surat perintah penagihan seketika dan sekaligus
3. Surat paksa
4. Surat perintah melaksanakan penyitaan
5. Surat perintah penyaderaan
6. Surat pencabutan sita
7. Pengumuman lelang
8. Surat penentuan harga limit
9. Pembatalan lelang
10. Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.
PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS
Surat perintah penagihan seketika dan sekaligus diterbitkan apabila:
a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu
b. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.
c. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya atau menggabungkan usahanya atau memekarkan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang dikuasai atau dimilikinya atau melakukan perubahan bentuk lainnya
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara
e. Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh Pajabat:
a. Sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran
b. Tanpa didahului surat teguran
c. Sebelum jangka waktu 21 hari sejak surat teguran
d. Sebelum penerbitan surat paksa
SURAT PAKSA
Harus memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama WP atau penanggung pajak
b. Dasar penagihan
c. Besarnya utang pajak
d. Perintah untuk membayar
Surat paksa diterbitkan apabila:
a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
PENYITAAN
Penyitaan dilakukan berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan jika penanggung pajak tidak melunasi utang pajak setelah lewat 2 x 24 jam setelah surat pajak diberitahukan.
Dalam melaksanakan penyitaan, juru sita pajak harus:
a. Memperlihatkan kartu tanda pengenal juru sita pajak
b. Memperlihatkan surat perintah melaksanakan penyitaan
c. Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.
TUGAS JURU SITA PAJAK
a. Melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus
b. Memberitahukan surat paksa
c. Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan dan
d. Melaksanakan penyaderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan
Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada:
a. Penanggung pajak
b. Polisi untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar
c. Badan pertanahan nasional, untuk tanah yang yang sudah terdaftar kepemilikannya
d. Pemda dan Pengadilan Negeri setempat, untuk tanah yang kepemilikannya belum terdaftar.
OBJEK SITA
a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain.
b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu (20m3)
PENGECUALIAN OBJEK SITA
Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
a. Pakaian dan tempat tidur beserta pelengkapannya yang digunakan oleh penanggung pajak.
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah.
c. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara
d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan dan pekerjaan penanggung pajak serta alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan.
e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000.
f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penaggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
PENYITAAN TAMBAHAN
Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila:
a. Nilai barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
b. Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
PENCABUTAN SITA
Pencabutan sita dilaksanakan apabila penangung pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain dengan keputusan menteri atau keputusan kepala daerah.
HAK MENDAHULU
Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahului lainnya kecuali terhadap:
a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud
c. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
LELANG
Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang. Pengecualian penjualan lelang dilakukan terhadap objek sita berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakn dengan itu dan barang sitaan mudah rusak atau cepat busuk.
PROSEDUR LELANG
a. Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.
b. Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah penyitaan.
c. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 kali.
d. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp. 20.000.000. tidak harus diumumkan melalui media massa.
e. Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksanakan.
f. Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli risalah lelang.
g. Pejabat dan juru sita pajak tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang. Larangan ini berlaku juga terhadap istri, keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus serta anak angkat.
h. Pajabat dan juru sita pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
i. Perubahan besarnya nilai barang yang tidak harus diumumkan melalui media massa.
PENCEGAHAN DAN PENYANDERAAN
A. PENCEGAHAN
1. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100 juta dan diragukan iktikad baiknya dlam melunasi utang pajak.
2. Pencegahan dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh menteri atas permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan.
3. Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya:
a. Identitas penanggung pajak yang dikenakan pencegahan
b. Alas an untuk melakukan pencegahan
c. Jangka waktu pencegahan, paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 bulan.
4. Keputusan pencegahan disampaikan kepada penangung pajak yang dikenakan pencegahan, menteri kehakiman, pejabat yang memohon pencegahan, atasan pejabat yang bersangkutan dan kepala daerah setempat.
5. Pencegahan dapat dilaksanakan terhadap beberapa orang sebagai penanggung pajak wajib pajak badan atau ahli waris.
6. Pencegahan terhadap penanggung pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
B. PENYADERAAN
1. Penyaderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 14 hari terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak.
2. Penyaderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100 juta dan diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
3. Penyanderaan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan surat perintah penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat setelah mendapat izin tertulis dari menteri atau gubernur kepala daerah tingkat I.
4. Permohonan izin penyaderaan diajukan oleh pejabat atau atasan pejabat kepada menteri keuangan untuk penagihan pajak pusat atau kepada gubernur untuk penagihan pajak daerah.
5. Permohonan izin memuat sekurang-kurangnya:
a. Identitas penanggung pajak yang akan disandera
b. Jumlah utang pajak yang belum dilunasi
c. Tindakan penagihan pajak yang telah dilaksanakan
d. Uraian tentang adanya petunjuk bahwa penananggung pajak diragukan iktikad baik dalam pelunasan utang pajak.
6. Masa penyanderaan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 bulan.
7. Surat perintah penyanderaan memuat sekurang-kurangnya:
a. Identitas penanggung pajak
b. Alas an penyanderaan
c. Izin penyanderaan
d. Lamanya penyanderaan
e. Tempat penyanderaan
8. Penanggung pajak yang disandera ditempatkan di tempat tertentu sebagai tempat tertentu sebagai tempat penyanderaan dengan syarat-syarat berikut:
a. Tertutup dan terasing dari masyarakat
b. Mempunyai fasilitas terbatas
c. Mempunyai sisten pengamanan dan pengawasan yang memadai
9. Sebelum tempat penyanderaan dibentuk, penanggung pajak disandera dititipkandi rumah tahanan Negara dan terpisah dari tahanan lain.
10. Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal penanggung pajak sedang beribadah atau sedang mengikuti siding resmi atausedang mengikuti pemilihan umum.
11. Juru sita pajak harus menyampaikan surat perintah penyanderaan langsung kepada penanggung pajak dan salinannya disampaikan kepada kepala tempat penyanderaan.
12. Dalam hal penanggung pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan, juru sita pajak melalui pejabat atau atasan pejabat dapat meminta bantuan kepolisian atau kejaksaaan untuk menghadirkan penanggung pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut.
13. Penyanderaan mulai dilaksanakan pada saat surat perintah penyanderaan diterima oleh penanggung pajak yang bersangkutan.
14. Penyanderaan dilaksanakan oleh juru sita pajak disaksikan oleh 2 orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh juru sita pajak dan dapat dipercaya.
15. Dalam melaksanakan penyanderaan juru sita pajak dapat meminta bantuan kepolisian atau kejaksaan.
16. Juru sita pajak membuat berita acara penyanderaan pada saat penanggung pajak ditempatkan di tempat penyanderaan dan berita acara penyanderaan ditandatangani oleh kuru sita pajak, kepala tempat penyanderaan dan saksi-saksi.
17. Berita acara penyanderaan paling sedikit memuat:
a. Nomor dan tanggal surat perintah penyanderaan
b. Izin tertulis menteri keuangan atau gubernur
c. Identitas penanggung pajak yang disandera
d. Tempat penyanderaan
e. Lamanya penyanderaan
f. Identitas sanksi penyanderaan
18. Penanggung Pajak yang disandera dilepas:
a. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas.
b. Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah penyanderaan itu telah terpenuhi.
c. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap atau
d. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
GUGATAN
1. Gugatan penanggung pajak terhadap pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, atau pengumuman lelang hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.
2. Dalam hal gugatan penanggung pajak dikabulkan, penanggung pajak dapat memohon pemulihan nama baik dang anti rugi kepada pejabat.
3. Besarnya ganti rugi paling banyak Rp. 5.000.000,-
4. Perubahan besarnya ganti rugi ditetapkan dengan keputusan menteri atau keputusan kepala daerah.
5. Gugatan penanggung pajak diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan atau pengumuman lelang dilaksanakan.
SANGGAHAN
1. Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita hanya dapat diajukan kepada pengadilan negeri
2. Pengadilan negeri yang menerima surat sanggahan memberitahukan secara tertulis kepada pejabat.
3. Pejabat menangguhkan pelaksanaan penagihan pajak hanya terhadap barang yang disanggah kepemilikannya sejak menerima pemberitahuan.
4. Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita tidak dapat diajukan setelah lelang dilaksanakan.
DALUWARSA TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK
Berdasarkan pasal 22 UU KUP, hak untukmelakukan Penagihan Pajak termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan, daluwarsa setelah lampau waktu 10 tahun terhitung sejak terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.
Silakan anda mengambil sebagian ataupun keseluruhan isi dari blog kami, namun demikian sebagai bentuk penghargaan terhadap hak cipta adalah selayaknya anda meminta izin kepada kami, dan menyebutkan blog ini sebagai sumber informasi/referensi jika anda berniat untuk mempublikasikan ulang isi materi tersebut.
Monday, November 24, 2008
TARIF PAJAK
Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi wajib pajak adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak. Besarnya tarif dalam undang-undang pajak tidak selalu ditentukan secara nilai persentase tetapi bisa dengan nilai nominal, seperti diuraikan di bawah ini.
Macam-macam Tarif:
a. Progresif (meningkat)
b. Degresif (menurun)
c. Proporsional (sebanding)
d. Tetap
e. Advalorem
f. Spesifik
1. TARIF PROGRESIF
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar.
Contoh:
Untuk penghasilan s/d Rp. 25.000.000 5%
Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000 10%
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 100.000.000 15%
Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp. 200.000.000 25%
Di atas Rp. 200.000.000 35%
2. TARIF DEGRESIF
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.
Contoh:
Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000 30%
Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 50.000.000 25%
Di atas Rp. 50.000.000 15%
3. TARIF PROPORSIONAL
Adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).
Contoh:
a. Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tarif 10%
Jumlah Penjualan Tarif
Rp. 500.000,- 10%
Rp. 1.000.000,- 10%
Rp. 5.000.000,- 10%
Rp. 10.000.000,- 10%
b. Untuk PBB mengunakan tarif 0.5%
c. Untuk BPHTB menggunakan tarif 5%
4. TARIF TETAP
Adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
Contoh:
Tarif Bea Meterai
5. TARIF ADVALOREM
Adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Contoh:
Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dengan besaran tarif menggunakan prosentase
6. TARIF SPESIFIK
Adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Contoh:
Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dengan besaran tarif menggunakan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
UTANG PAJAK
Terdapat dua pendapat mengenai timbulnya utang pajak, yaitu:
1. Ajaran Material: menyatakan bahwa utang pajak timbul pada saat diundangkannya undang-undang pajak.
2. Ajaran Formal: menyatakan bahwa utang pajak timbul pada saat dikeluarkannya SKP oleh pemerintah cq. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus), bahwa seseorang baru diketahui mempepunyai utang pajak saat fiskus menerbitkan surat ketetapan pajak atas namanya serta besarnya pajak yang terutang.
baca selengkapnya
HAPUSNYA HUTANG PAJAK
1. Pembayaran
Hanya dilakukan dengan uang dan bukan dengan bentuk lain
2. Kompensasi
Suatu cara menghapus utang pajak yang dilakukan melalui cara pemindahan kelebihan pajak pada suatu jenis pajak (pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda) dengan menutup kekurangan utang pajak atas jenis pajak yang sama atau jenis pajak lainnya (juga pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda).
3. Daluwarsa
Merupakan suatu cara untuk menghapus utang pajak karena lampaunya waktu yaitu setelah 10 tahun.
4. Penghapusan
a. WP meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak ditemukan
b. Wajib pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi yang dibuktikan berdasarkan surat keterangan dari PEMDA setempat.
c. Sebab lain, misalnya WP tidak dapat ditemukan lagi atau dokumen tidak dapat ditemukan lagi disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti kebakaran, bencana alam dan sebagainya.
Macam-macam Tarif:
a. Progresif (meningkat)
b. Degresif (menurun)
c. Proporsional (sebanding)
d. Tetap
e. Advalorem
f. Spesifik
1. TARIF PROGRESIF
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar.
Contoh:
Untuk penghasilan s/d Rp. 25.000.000 5%
Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000 10%
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 100.000.000 15%
Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp. 200.000.000 25%
Di atas Rp. 200.000.000 35%
2. TARIF DEGRESIF
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.
Contoh:
Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000 30%
Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 50.000.000 25%
Di atas Rp. 50.000.000 15%
3. TARIF PROPORSIONAL
Adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).
Contoh:
a. Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tarif 10%
Jumlah Penjualan Tarif
Rp. 500.000,- 10%
Rp. 1.000.000,- 10%
Rp. 5.000.000,- 10%
Rp. 10.000.000,- 10%
b. Untuk PBB mengunakan tarif 0.5%
c. Untuk BPHTB menggunakan tarif 5%
4. TARIF TETAP
Adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
Contoh:
Tarif Bea Meterai
5. TARIF ADVALOREM
Adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Contoh:
Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dengan besaran tarif menggunakan prosentase
6. TARIF SPESIFIK
Adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Contoh:
Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dengan besaran tarif menggunakan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
UTANG PAJAK
Terdapat dua pendapat mengenai timbulnya utang pajak, yaitu:
1. Ajaran Material: menyatakan bahwa utang pajak timbul pada saat diundangkannya undang-undang pajak.
2. Ajaran Formal: menyatakan bahwa utang pajak timbul pada saat dikeluarkannya SKP oleh pemerintah cq. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus), bahwa seseorang baru diketahui mempepunyai utang pajak saat fiskus menerbitkan surat ketetapan pajak atas namanya serta besarnya pajak yang terutang.
baca selengkapnya
HAPUSNYA HUTANG PAJAK
1. Pembayaran
Hanya dilakukan dengan uang dan bukan dengan bentuk lain
2. Kompensasi
Suatu cara menghapus utang pajak yang dilakukan melalui cara pemindahan kelebihan pajak pada suatu jenis pajak (pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda) dengan menutup kekurangan utang pajak atas jenis pajak yang sama atau jenis pajak lainnya (juga pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda).
3. Daluwarsa
Merupakan suatu cara untuk menghapus utang pajak karena lampaunya waktu yaitu setelah 10 tahun.
4. Penghapusan
a. WP meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak ditemukan
b. Wajib pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi yang dibuktikan berdasarkan surat keterangan dari PEMDA setempat.
c. Sebab lain, misalnya WP tidak dapat ditemukan lagi atau dokumen tidak dapat ditemukan lagi disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti kebakaran, bencana alam dan sebagainya.
Tuesday, November 18, 2008
KIAT MENUMBUHKAN PERCAYA DIRI
Kepercayaan diri merupakan salah satu faktor penting yang dapat mengantarkan seseorang pada kesuksesan. Namun dalam kenyataannya untuk memperoleh hal tersebut bukanlah persoalan yang gampang. Untuk itu berikut adalah kiat untuk menumbuhkan rasa percaya diri.
1. Dengan hati bersih dan pikiran yang tenang buatlah daftar yang berisi kemampuan atau keahlian unik
2. Luangkan waktu untuk berintropeksi diri dengan mencari dan melihat hal-hal positif dan potensial dari dalam diri Anda. Tengoklah ke masa yang lalu dan ingat hal-hal baik apa yang pernah Anda capai.
3. Berusahalah untuk mensyukuri hal-hal positif dan bermanfaat yang Anda miliki, karena tidak semua orang seberuntung Anda.
4. Kembangkan terus menerus pikiran dan perilaku positif pada diri Anda.
5. Tidak usah memaksa berpikir tentang hal-hal besar, hal sederhana pun jika dilatih terus menerus akan menjadi nilai yang sangat berharga dan dapat dibanggakan.
6. Galilah mimpi-mimpi yang belum terwujud, bila mengalami kesulitan untuk menemukan atau karena merasa semua mimpi telah terwujud, maka cobalah merambah ke bidang-bidang yang belum pernah Anda impi-impikan.
7. Bila banyak mimpi yang belum terwujud, maka sudah saatnya Anda bangun berdiri dan segera buat rencana matang untuk merealisasikan.
8. Carilah hal-hal yang membuat Anda lebih bahagia dengan orang-orang yang Anda cintai.
9. Cobalah sesekali kilas balik terhadap langkah-langkah yang telah Anda perbuat. Anda akan kaget dibuatnya.
10.Kepercayaan diri adalah sesuatu yang hanya Anda sendiri yang dapat meraihnya, maka kesabaran dan terus berdoa menjadi sesuatu yang tidak boleh dilupakan.
#elhasani#
Saturday, November 15, 2008
MUTIARA KATA
1. Mempercayai diri sendiri adalah rahasia pertama
untuk berhasil .Jadi , yakin dan percayalah
pada diri anda sendiri.
2. Kita dapat dinilai jika dapat membuat diri kita bernilai
3. Diantara banyak hal yang anda berikan dan anda miliki
adalah perkataan, senyuman, da hati yang penuh
dengan ungkapan syukur
4. Kata-kata mengungkapkan penilaian kita,
Sikap mencerminkan harga diri kita
Tindakan menunjukkan watak kita....NEXT
untuk berhasil .Jadi , yakin dan percayalah
pada diri anda sendiri.
2. Kita dapat dinilai jika dapat membuat diri kita bernilai
3. Diantara banyak hal yang anda berikan dan anda miliki
adalah perkataan, senyuman, da hati yang penuh
dengan ungkapan syukur
4. Kata-kata mengungkapkan penilaian kita,
Sikap mencerminkan harga diri kita
Tindakan menunjukkan watak kita....
Friday, November 14, 2008
HUKUM PAJAK
OLEH
NUR HUDDA ELHASANI
Pajak adalah pengalihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama utnuk membiayai public investement.
Hukum adalah ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan yang mengandung perintah dan larangan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, dengan maksud mengatur tata tertib dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman (sanksi).
Ciri-ciri pajak adalah:
1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah
2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
Sumber-sumber penerimaan Negara:
a. Pajak
b. Kekayaan Alam
c. Bea dan Cukai
d. Retribusi
e. Iuran
f. Sumbangan
g. Laba dari BUMN
h. Sumber-sumber lain
1. Bea dan Cukai
Pungutan Negara yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Pabean yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang cukai.
2. Retribusi
Pungutan yang dilakukan oleh Negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang disediakan oelh Negara, para pembayar retribusi mendapat jasa langsung (kontra prestasi langsung) dari Negara.
3. Iuran
Pungutan yang dilakukan oleh Negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa atau fasilitas yang disediakan oleh Negara untuk sekelompok orang. Pembayar mendapatkan kontraprestasi langsung dari Negara.
4. Laba dari BUMN (PERSERO, PERUM dan PERJAN)
5. Sumber-Sumber Lain
Misalnya pencetakan uang dan pinjaman
Fungsi Pajak
1. Fungsi budgetair / Financial
Yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas Negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.
2. Fungsi regulerend / fungsi mengatur
Yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di bidang ekonomi, social maupun politik dengan tujuan tertentu.
Kebijakan Fiskal memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan laju investasi
2. Untuk mendorong investasi yang optimal secara social
3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional
5. Sebagai upaya menanggulangi inflasi
6. Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Pendekatan Pajak
1. Segi ekonomi, pajak berfungsi untuk dapat memberikan dampak terhadap masyarakat, pengahasilan seseorang, pola konsumsi, harga pokok, permintaan dan penawaran.
2. Segi pembangunan, pajak akan bermanfaat bagi pembangunan kalau jumlah pajak lebih besar dari pengeluaran rutin sehingga terdapat public saving yang dapat digunakan untuk pembangunan.
3. Segi penerapan praktis, pajak hanya dilihat dari penerapannya, siapa yang dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besarnya, bagaimana cara menghitungnya, tanpa banyak menghiraukan segi hukumnya termasuk kepastian hukumnya.
4. Segi hukum, pendekatan ini menitikberatkan pada perikatan (verbintenis), hak dan kewajiban wajib pajak, subyek pajak dalam hubungannya dengan subyek pajak.
Teori-Teori Tentang Pajak
1. Ajaran material, bahwa utang pajak timbul karena UU pada saat dipenuhi TATBESTAND (kejadian, keadaan, peristiwa) walaupun belum ada surat ketetapan pajak.
2. Ajaran formal, bahwa utang pajak baru timbul pada saat dikeluarkan surat ketetapan pajak. Jadi walaupun TATBESTAND sudah terpenuhi pajak belum timbul selama belum ada STP atau SKP.
SISTEMATIKA HUKUM PAJAK
1. Hukum pajak formal, memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hokum pajak material, yang diperlukan untuk melaksanakan atau merealisasikan ketentuan hukum material.
2. Hukum pajak material, hukum pajak yang memuat mengenai:
a. Subyek pajak
b. Wajib pajak
c. Obyek pajak
d. Tarip pajak
TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
A. Asas-Asas Pemungutan Pajak
a. Equality
Pembebanan pajak di antara subyek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah.
b. Certainty
Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi-kompromis (not arbitarary).
c. Convenience of Payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak yaitu saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan / keuntungan yang dikenakan pajak.
d. Economic of Collection
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri.
TEORI-TEORI PEMBENARAN PEMUNGUTAN PAJAK
1. Teori Asuransi
Negara disamakan dengan perusahaan asuransi, untuk mendapat perlindungan warga Negara membayar pajak sebagai premi.
2. Teori Kepentingan
Pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaaan Negara, semakin banyak individu mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, makin besar juga pajaknya.
3. Teori Daya/Gaya Pikul
Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan membayar dari si wajib pajak (individu-individu), perlu diperhatikan antara besaranya penghasilan atau kekayaan dengan pengeluaran belanja si wajib pajak tersebut.
Gaya pikul adalah kemampuan wajib pajak memikul pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum. Gaya pikul mengandung dua unsur yaitu:
a. Unsur subyektif ini mencakup segala kebutuhan terutama material di samping moral dan spiritual. Dengan demikian pajak subyektif harus memberi pembebasan pajak untuk biaya hidup minimum dan memperhatikan faktor-faktor perseorangan dan keadaan-keadaan yang berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya hidup, seperti jumlah anggota keluarga atau jumlah tanggungan.
b. Unsur obyektif ini terdiri dari pendapatan (penghasilan), kekayaan, dan belanja (pengeluaran).
4. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Teori ini didasari paham organisasi Negara (organische staatsleer) yang mengajarkan bahwa Negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum., maka Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut.
5. Teori Daya Beli
Fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat dapat disamakan dengan pompa yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara dan kemudian memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu.
SYARAT-SYARAT PEMBUATAN UNDANG-UNDANG PAJAK
a. Syarat Keadilan
Syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay) pajak tersebut, sesuai dengan manfaat yang diterimanya.
Syarat keadilan dapat dibagi menjadi:
1. Keadilan Horizontal
Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) sama harus dikenakan pajak yang sama
2. Keadilan Vertikal
Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) tidak sama harus dikenakan pajak yang tidak sama.
b. Syarat Yuridis
Pembayaran pajak haru seimbang dengan kekuatan membayar wajib pajak .
c. Syarat Ekonomis
Pungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan tidak boleh mengganggu kehidupan ekonomis dari si wajib pajak.
d. Syarat Finansial
Di mana pajak yang dipungut cukup untuk pengeluaran Negara dan hendaknya pemungutan pajak tidak memakan biaya yang terlalu besar.
STELSEL PEMUNGUTAN PAJAK
a. Riel stelsel atau stelsel nyata
Pengenaan pajak didasarkan pada obyek atau penghasilan yang sungguh-sugguh diperoleh dalam setiap tahun pajak atau periode pajak.
b. Fictieve stelsel atau stelsel fiktif
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan (fiksi). Penghasilan tahun pajak berjalan sama dengan penghasilan tahun pajak yang lalu.
c. Stelsel Campuran
Merupakam kombinasi antara stelsel riil dengan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak atau periode awal penghitungan pajak menggunakan stelsel fiktif dan pada akhir tahun pajak atau akhir periode dihitung kembali berdasarkan stelsel riil.
PEMBAGIAN PAJAK
Pembagian Pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut maupun sifatnya. Lihat gambar berikut ini.
Pajak subjektif & pajak objektif
1. Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi wajib pajak.
Golongan pajak subjektif adalah pajak pendapatan atas penduduk indonesia & pajak kekayaan atas penduduk Indonesia, serta pajak yang dipungut dari badan-badan.
2. Pajak objektif pertama-tama melihat pada objeknya (benda,keadaan,perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak) kemudian baru dicari subjeknya baik yang berkediaman di Indonesia maupun tidak.
Golongan pajak objektif diantaranya:
a. Pajak yang dipungut karena keadaan diantaranya pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak karena menggunakan benda yang kena pajak.
b. Pajak yang dipungut karena perbuatan diantaranya pajak lalu lintas kekayaan, pajak lalu lintas hukum, pajak lalu lintas barang, serta pajak atas pamakaian.
c. Pajak yang dipungut karena peristiwa diantaranya bea pemindahan di Indonesia contohnya pemindahan harta warisan.
Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung
1. pajak langsung ialah pajak yang dipungut secara periodik menurut kohir (daftar piutang pajak) yang sesungguhnya tidak lain dari tindasan-tindasandari surat-surat ketetapan pajak.
Contoh dari pajak langsung adalah pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan PBB), pajak penerangan jalan, pajak kendaraan bermotor, dan lain sebagainya.
2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain sehingga sering disebut juga sebagai pajak tidak langsung.
Contoh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam pajak ini beban pajak digeserkan dari produsen/penjual ke pembeli/konsumen, karena pergeseran ini searah dengan arus barang yaitu dari produsen ke konsumen (forward shifting)
Pajak Pusat/Negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Pajak pusat ini hasilnya akan dimasukkan ke APBN.
Contoh Pajak Pusat: PPh, PBB, Bea Meterai PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pajak Daerah adalah pajak wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Contoh:
Pajak Daerah Tingkat I
1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air
3. Pajak bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Pajak Daerah Tingkat II
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
7. Pajak Parkir
CARA PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang biasa dilakukan:
a. Asas Domisili (Tempat TinggaL), dalam asas ini pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal Wajib Pajak dalam suatu Negara. Negara dimana wajib pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap wajib pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau pengahasilan tersebut.
b. Asas Sumber, dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan/penghasilan dalam suatu Negara. Menurut asas ini, Negara yang menjadi sumber pendapatan/penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan (Nationaliteit), dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari wajib pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan/penghasilan tersebut maupun di Negara mana tempat tinggal (domisili) dari wajib pajak yang bersangkutan.....HOME
NUR HUDDA ELHASANI
Pajak adalah pengalihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama utnuk membiayai public investement.
Hukum adalah ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan yang mengandung perintah dan larangan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, dengan maksud mengatur tata tertib dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman (sanksi).
Ciri-ciri pajak adalah:
1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah
2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
Sumber-sumber penerimaan Negara:
a. Pajak
b. Kekayaan Alam
c. Bea dan Cukai
d. Retribusi
e. Iuran
f. Sumbangan
g. Laba dari BUMN
h. Sumber-sumber lain
1. Bea dan Cukai
Pungutan Negara yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Pabean yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang cukai.
2. Retribusi
Pungutan yang dilakukan oleh Negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang disediakan oelh Negara, para pembayar retribusi mendapat jasa langsung (kontra prestasi langsung) dari Negara.
3. Iuran
Pungutan yang dilakukan oleh Negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa atau fasilitas yang disediakan oleh Negara untuk sekelompok orang. Pembayar mendapatkan kontraprestasi langsung dari Negara.
4. Laba dari BUMN (PERSERO, PERUM dan PERJAN)
5. Sumber-Sumber Lain
Misalnya pencetakan uang dan pinjaman
Fungsi Pajak
1. Fungsi budgetair / Financial
Yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas Negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.
2. Fungsi regulerend / fungsi mengatur
Yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di bidang ekonomi, social maupun politik dengan tujuan tertentu.
Kebijakan Fiskal memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan laju investasi
2. Untuk mendorong investasi yang optimal secara social
3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional
5. Sebagai upaya menanggulangi inflasi
6. Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Pendekatan Pajak
1. Segi ekonomi, pajak berfungsi untuk dapat memberikan dampak terhadap masyarakat, pengahasilan seseorang, pola konsumsi, harga pokok, permintaan dan penawaran.
2. Segi pembangunan, pajak akan bermanfaat bagi pembangunan kalau jumlah pajak lebih besar dari pengeluaran rutin sehingga terdapat public saving yang dapat digunakan untuk pembangunan.
3. Segi penerapan praktis, pajak hanya dilihat dari penerapannya, siapa yang dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besarnya, bagaimana cara menghitungnya, tanpa banyak menghiraukan segi hukumnya termasuk kepastian hukumnya.
4. Segi hukum, pendekatan ini menitikberatkan pada perikatan (verbintenis), hak dan kewajiban wajib pajak, subyek pajak dalam hubungannya dengan subyek pajak.
Teori-Teori Tentang Pajak
1. Ajaran material, bahwa utang pajak timbul karena UU pada saat dipenuhi TATBESTAND (kejadian, keadaan, peristiwa) walaupun belum ada surat ketetapan pajak.
2. Ajaran formal, bahwa utang pajak baru timbul pada saat dikeluarkan surat ketetapan pajak. Jadi walaupun TATBESTAND sudah terpenuhi pajak belum timbul selama belum ada STP atau SKP.
SISTEMATIKA HUKUM PAJAK
1. Hukum pajak formal, memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hokum pajak material, yang diperlukan untuk melaksanakan atau merealisasikan ketentuan hukum material.
2. Hukum pajak material, hukum pajak yang memuat mengenai:
a. Subyek pajak
b. Wajib pajak
c. Obyek pajak
d. Tarip pajak
TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
A. Asas-Asas Pemungutan Pajak
a. Equality
Pembebanan pajak di antara subyek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah.
b. Certainty
Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi-kompromis (not arbitarary).
c. Convenience of Payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak yaitu saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan / keuntungan yang dikenakan pajak.
d. Economic of Collection
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri.
TEORI-TEORI PEMBENARAN PEMUNGUTAN PAJAK
1. Teori Asuransi
Negara disamakan dengan perusahaan asuransi, untuk mendapat perlindungan warga Negara membayar pajak sebagai premi.
2. Teori Kepentingan
Pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaaan Negara, semakin banyak individu mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, makin besar juga pajaknya.
3. Teori Daya/Gaya Pikul
Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan membayar dari si wajib pajak (individu-individu), perlu diperhatikan antara besaranya penghasilan atau kekayaan dengan pengeluaran belanja si wajib pajak tersebut.
Gaya pikul adalah kemampuan wajib pajak memikul pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum. Gaya pikul mengandung dua unsur yaitu:
a. Unsur subyektif ini mencakup segala kebutuhan terutama material di samping moral dan spiritual. Dengan demikian pajak subyektif harus memberi pembebasan pajak untuk biaya hidup minimum dan memperhatikan faktor-faktor perseorangan dan keadaan-keadaan yang berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya hidup, seperti jumlah anggota keluarga atau jumlah tanggungan.
b. Unsur obyektif ini terdiri dari pendapatan (penghasilan), kekayaan, dan belanja (pengeluaran).
4. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Teori ini didasari paham organisasi Negara (organische staatsleer) yang mengajarkan bahwa Negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum., maka Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut.
5. Teori Daya Beli
Fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat dapat disamakan dengan pompa yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara dan kemudian memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu.
SYARAT-SYARAT PEMBUATAN UNDANG-UNDANG PAJAK
a. Syarat Keadilan
Syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay) pajak tersebut, sesuai dengan manfaat yang diterimanya.
Syarat keadilan dapat dibagi menjadi:
1. Keadilan Horizontal
Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) sama harus dikenakan pajak yang sama
2. Keadilan Vertikal
Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) tidak sama harus dikenakan pajak yang tidak sama.
b. Syarat Yuridis
Pembayaran pajak haru seimbang dengan kekuatan membayar wajib pajak .
c. Syarat Ekonomis
Pungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan tidak boleh mengganggu kehidupan ekonomis dari si wajib pajak.
d. Syarat Finansial
Di mana pajak yang dipungut cukup untuk pengeluaran Negara dan hendaknya pemungutan pajak tidak memakan biaya yang terlalu besar.
STELSEL PEMUNGUTAN PAJAK
a. Riel stelsel atau stelsel nyata
Pengenaan pajak didasarkan pada obyek atau penghasilan yang sungguh-sugguh diperoleh dalam setiap tahun pajak atau periode pajak.
b. Fictieve stelsel atau stelsel fiktif
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan (fiksi). Penghasilan tahun pajak berjalan sama dengan penghasilan tahun pajak yang lalu.
c. Stelsel Campuran
Merupakam kombinasi antara stelsel riil dengan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak atau periode awal penghitungan pajak menggunakan stelsel fiktif dan pada akhir tahun pajak atau akhir periode dihitung kembali berdasarkan stelsel riil.
PEMBAGIAN PAJAK
Pembagian Pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut maupun sifatnya. Lihat gambar berikut ini.
Pajak subjektif & pajak objektif
1. Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi wajib pajak.
Golongan pajak subjektif adalah pajak pendapatan atas penduduk indonesia & pajak kekayaan atas penduduk Indonesia, serta pajak yang dipungut dari badan-badan.
2. Pajak objektif pertama-tama melihat pada objeknya (benda,keadaan,perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak) kemudian baru dicari subjeknya baik yang berkediaman di Indonesia maupun tidak.
Golongan pajak objektif diantaranya:
a. Pajak yang dipungut karena keadaan diantaranya pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak karena menggunakan benda yang kena pajak.
b. Pajak yang dipungut karena perbuatan diantaranya pajak lalu lintas kekayaan, pajak lalu lintas hukum, pajak lalu lintas barang, serta pajak atas pamakaian.
c. Pajak yang dipungut karena peristiwa diantaranya bea pemindahan di Indonesia contohnya pemindahan harta warisan.
Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung
1. pajak langsung ialah pajak yang dipungut secara periodik menurut kohir (daftar piutang pajak) yang sesungguhnya tidak lain dari tindasan-tindasandari surat-surat ketetapan pajak.
Contoh dari pajak langsung adalah pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan PBB), pajak penerangan jalan, pajak kendaraan bermotor, dan lain sebagainya.
2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain sehingga sering disebut juga sebagai pajak tidak langsung.
Contoh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam pajak ini beban pajak digeserkan dari produsen/penjual ke pembeli/konsumen, karena pergeseran ini searah dengan arus barang yaitu dari produsen ke konsumen (forward shifting)
Pajak Pusat/Negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Pajak pusat ini hasilnya akan dimasukkan ke APBN.
Contoh Pajak Pusat: PPh, PBB, Bea Meterai PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pajak Daerah adalah pajak wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Contoh:
Pajak Daerah Tingkat I
1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air
3. Pajak bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Pajak Daerah Tingkat II
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
7. Pajak Parkir
CARA PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang biasa dilakukan:
a. Asas Domisili (Tempat TinggaL), dalam asas ini pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal Wajib Pajak dalam suatu Negara. Negara dimana wajib pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap wajib pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau pengahasilan tersebut.
b. Asas Sumber, dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan/penghasilan dalam suatu Negara. Menurut asas ini, Negara yang menjadi sumber pendapatan/penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan (Nationaliteit), dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari wajib pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan/penghasilan tersebut maupun di Negara mana tempat tinggal (domisili) dari wajib pajak yang bersangkutan.....
SUBYEK PAJAK DAN OBYEK PAJAK
1. PAJAK PENGHASILAN
Pajak penghasilan artinya pajak dikenakan karena ada subyeknya yakni yang telah memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subyek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakanPPh.
Subyek Pajak dari PPh
1. Orang Pribadi, Kedudukan orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
3. Badan, sebagai subyek pajak badan dapat berupa suatu bentuk usaha atau bentuk non usaha yang meliputi:
a. PT
b. Peseroan Komanditer
c. BUMN atau BUMD
d. Persekutuan
e. Firma
f. Kongsi
g. Koperasi
h. Yayasan
i. Lembaga
j. Dana Pensiun
k. Bentuk Usaha Tetap
l. Dan bentuk usaha lainnya
4. Bentu Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Contoh: tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian sumber alam, perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan, proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan
JENIS SUBYEK PAJAK
1. Subyek Pajak Dalam Negeri
Adapun yang dimaksud dengan subyek pajak dalam negeri adalah subyek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Contoh:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 dalam jangka waktu 12 bulan. Atau juga orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Subyek Pajak Luar Negeri
Sedangkan yang termasuk sebagai subyek pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia . Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Saat Mulainya Kewajiban Pajak Subyektif
1. Subyek pajak orang pribadi
a. Bagi subyek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subyektifnya akan dimulai pada saat ia lahir di Indonesia.
b. Bagi subyek pajak orang pribadi yang berda di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka pajak subyektifnya akan dimulai sejak saat orang tersebut berada di Indonesia.
c. Bagi subyek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subyektifnya akan dimulai pada saat orang pribadi tersebut menjalankan usahanya di Indonesia.
2. Subyek Pajak Badan
a. Bagi subyek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subyektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
b. Bagi subyek pajak badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, maka kewajiban pajak subyektifnya mulai pada saat badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
3. Warisan
Untuk yang belum terbagi dan masih dalam satu kesatuan menggantikan yang berhak, maka kewajiban pajak subyektifnya akan dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut yakni tepatnya pada saat pewaris (yang mewariskan) meninggal dunia.....HOME
Pajak penghasilan artinya pajak dikenakan karena ada subyeknya yakni yang telah memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subyek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakanPPh.
Subyek Pajak dari PPh
1. Orang Pribadi, Kedudukan orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
3. Badan, sebagai subyek pajak badan dapat berupa suatu bentuk usaha atau bentuk non usaha yang meliputi:
a. PT
b. Peseroan Komanditer
c. BUMN atau BUMD
d. Persekutuan
e. Firma
f. Kongsi
g. Koperasi
h. Yayasan
i. Lembaga
j. Dana Pensiun
k. Bentuk Usaha Tetap
l. Dan bentuk usaha lainnya
4. Bentu Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Contoh: tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian sumber alam, perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan, proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan
JENIS SUBYEK PAJAK
1. Subyek Pajak Dalam Negeri
Adapun yang dimaksud dengan subyek pajak dalam negeri adalah subyek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Contoh:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 dalam jangka waktu 12 bulan. Atau juga orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Subyek Pajak Luar Negeri
Sedangkan yang termasuk sebagai subyek pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia . Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Saat Mulainya Kewajiban Pajak Subyektif
1. Subyek pajak orang pribadi
a. Bagi subyek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subyektifnya akan dimulai pada saat ia lahir di Indonesia.
b. Bagi subyek pajak orang pribadi yang berda di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka pajak subyektifnya akan dimulai sejak saat orang tersebut berada di Indonesia.
c. Bagi subyek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subyektifnya akan dimulai pada saat orang pribadi tersebut menjalankan usahanya di Indonesia.
2. Subyek Pajak Badan
a. Bagi subyek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subyektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
b. Bagi subyek pajak badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, maka kewajiban pajak subyektifnya mulai pada saat badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
3. Warisan
Untuk yang belum terbagi dan masih dalam satu kesatuan menggantikan yang berhak, maka kewajiban pajak subyektifnya akan dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut yakni tepatnya pada saat pewaris (yang mewariskan) meninggal dunia.....
Subscribe to:
Posts (Atom)